Kisah di Balik Nama Bintarum

Pesta Duren - 12 Maret 2013

Foto di atas diambil pada 12 Maret 2013. Saat itu Mas hakim dan Mbak Prit kedatangan tamu dari Bekasi, namanya saya lupa. Kalau tidak salah namanya Mbak Ain. Pokoknya, waktu itu Mbak Prit ngajak jalan-jalan rame-rame ke Desa Klungkung. Sip, saya segera mempersiapkan vespa kesayangan.

Si Bintarum ikut. Rencanyanya, dia hendak ikut beberapa anak-anak SWAPENKA yang takziyah ke rumah Sodung (Ayahnya Sodung meninggal dunia). Tapi Bintarum tidak punya cukup uang saku. Akhirnya sekalian saja saya ajak dia jalan-jalan ke Klungkung naik vespa.

Kenapa diberi nama lapang BINTARUM? Ini dia ceritanya.

Ketika DIKLATSAR kemarin, Januari 2013, dalam sebuah perjalanan dari Sumber Salak menuju Sumber Gadung - Bandealit, si Nendes bepergokan dengan hewan. Tadinya dia menyangka hewan itu adalah anjing. Tapi dia berpikir lagi, karena anatomi tubuhnya lebih panjang. Warna bulu hewan tersebut adalah abu-abu (klawu), mirip dengan macan cantel tapi yg ini lebih kecil.

Waktu itu Nendes tidak sendirian. Ada saya juga di dekatnya. Tepatnya, kami berempat.

Beberapa detik setelah si Nendez berpergokan, hewan tersebut mengaum. Aneh, macan yang postur tubuhnya sama seperti anjing kampung dewasa (dan terlihat lebih panjang) tersebut aumannya keras dan ngebass.

Kami berempat seperti terhipnotis oleh suara itu dan tidak segera berlari. Nendes mulai berlari kencang ketika saya berkata keras, "Macaaaan...!"

Haha, pada akhirnya kami tahu (dari Pak Ali, warga lokal) bahwa itu bukan macan, melainkan Bintarum, nama lokal untuk hewan Binturong.

Ketika briefing untuk nama lapang atau nama rimba, diusulkanlah untuk mengabadikan kejadian itu. Tentang pertemuan Nendes dengan Bintarum alias Binturong. Alhamdulillah, semua sepakat.

Dari kiri ke kanan; Aren, Murat, Bintarum, dan Leker

Akhirnya, salah satu dari adik saya di SWAPENKA ada yang bernama Bintarum, hehe. Sudah. Sekali seudara tetap seudara...!